Kamis, 10 Agustus 2017

Dunkirk (2017) ~ Review Film

Hampir 4 minggu film Dunkirk tayang dibioskop-bioskop dunia termasuk bioskop-bioskop di tanah air, hampir 4 pekan pula film terbaru karya Christopher Nolan ini nongkrong di tangga box office sebagai film berpendapatan terbanyak. Saya mendengar, bahwa film Dunkirk ini telah membuat heboh dengan membagi penonton menjadi dua kubu dengan polaritas ektsrim; antara sangat menyukai atau sangat tidak menyukai. Namun saya kira kita semua bisa setuju bahwa Dunkirk adalah sebuah film perang yang unik dan sangat menarik. Menurut saya, mungkin ini karena treatment-nya yang berbeda dibandingkan dengan film perang kebanyakan.

Yang pertama, misalnya, menyebutnya film "perang" mungkin kurang tepat. Meski ber-setting perang dan menampilkan sekuens perang, film ini sebenarnya lebih merupakan survival thriller. Film ini tak brutal, tak menampilkan darah sebagaimana Saving Private Ryan-nya Steven Spielberg, tapi soal urusan intensitas, keduanya hampir setara. Ia hanya berfokus pada peristiwa yang dimaksud. Apakah darah dan potongan tubuh dibutuhkan? Tak juga, sepanjang narasinya bisa mencengkeram kita di aspek survival-nya.


Nolan juga membangun filmnya di atas dua elemen krusial yang sangat teknis sekali, yaitu gambar-gambar imersif dari sinematografer Hoyte van Hoytema, serta scoring menggelegar dari Hans Zimmer yang sering menggunakan suara "tik tik tik" untuk menegaskan urgensi. Dunkirk tak memberikan pencapaian emosional, alih-alih menyuguhkan pengalaman indrawi. Hanya sedikit film yang bisa bertahan hanya dari dua elemen tersebut. Tanpanya, Dunkirk akan menjadi film yang sangat biasa.

Perang dimulai oleh pemegang kekuasan, tapi pelaku aktualnya adalah para keroco. Dunkirk adalah film perang yang digawangi keroco-keroco tak bernama, bukan tokoh ikonik atau karakter kunci. Tanpa backstory, tidak memperlihatkan musuh sama sekali, dan hanya punya sedikit konteks, tapi stakes-nya tetap terasa tinggi karena mereka tak mampu berbuat banyak. Konteksnya? Hanya apa yang kita tahu soal peristiwa Dunkirk. Saat Perang Dunia II, 400.000 tentara sekutu terdesak oleh tentara Jerman di pantai Dunkirk, Prancis. Mereka menunggu dievakuasi sebelum Hitler meluluhlantakkan pantai tersebut. Namun kapal militer tak bisa didatangkan karena akan langsung diserbu oleh kapal selam dan pesawat Nazi. Untungnya, puluhan kapal sipil milik nelayan Inggris datang menyelamatkan tentara demi siap berperang lagi di kemudian hari.

Ini adalah cerita yang sederhana, tapi dibuat ribet oleh Nolan dengan struktur naratif yang unik. Ia sepertinya berusaha keras untuk membuat Dunkirk menjadi lebih dari sekedar reka ulang sinematis biasa dari sebuah peristiwa perang penting. Ia mengambil 3 perspektif berbeda dengan 3 rentang waktu yang berbeda pula. Peristiwa di darat terjadi selama 1 minggu, di laut selama 1 hari, dan di udara selama 1 jam. Ketiga plot ini saling berpotongan tapi terjadi secara simultan hingga berjalinan menjadi satu di akhir. Di beberapa titik, kita mendapati pengalaman berbeda dari para tentara yang menyaksikan peristiwa yang sama. Terkadang membingungkan memang, tapi menjadi sarana pamer yang mengejutkan, in a good way, bagi saya.

Di darat, kita melihat tentara belia Tommy (Fionn Whitehead) berlarian di jalanan hingga sampai ke pantai Dunkirk yang sudah dipenuhi oleh barisan tentara sekutu yang siap mengungsi. Ia kemudian bertemu dengan tentara belia lain, diantaranya diperankan oleh Aneurin Barnard dan Harry Styles. Sementara itu, komandan mereka (Kenneth Brannagh dan James D'Arcy) memikirkan keras bagaimana skenario penyelamatan. Di laut, nelayan sipil Dawson (Mark Rylance) dan anaknya (Tom Glynn-Carney) serta satu remaja lokal (Barry Keoghan) siap mempertaruhkan nyawa menjawab panggilan putus asa dari tentara. Mereka mengevakuasi satu tentara yang trauma (Cillian Murphy). Di udara, 3 pilot Spitfire (diantaranya ada Tom Hardy dan Jack Lowden) berjuang menetralisir pesawat musuh yang membombardir kapal dan kanal tempat tentara berbaris.

Anda lihat, mereka memang punya nama. Namun saya tak terpikir akan nama mereka saat menonton (saya mendapatkan nama ini dari IMDb untuk penulisan review saja). Film ini soal peristiwa, bukan karakter. Narasi dari Dunkirk tak mengijinkan kita untuk terikat dengan karakter, tapi terlibat pada apa yang mereka alami. Deretan pemainnya diisi beberapa nama top, tapi tak ada mencolok. Mereka hanya berperan seadanya, sesuai kebutuhan. Sama seperti tentara yang hanya menunaikan tugas negara, para aktor Dunkirk menunjukkan penampilan yang membumi, tak egois ingin memamerkan porsi mereka.

Dengan intensitasnya yang sering menciptakan teror, disorientasi, dan kepanikan, saya ingin bilang bahwa Dunkirk adalah gambaran realistis dari perang. Namun saya tak pernah melihat perang secara langsung, jadi argumen saya tidak valid. Namun Nolan memang menghindari penekanan dramatis pada momen heroik. Tak ada pidato menggebu-gebu atau one-liner macho, bahkan film ini sangat minim dialog atau eksposisi. Kita ditempatkan langsung di tengah-tengah medan perang. Jika ingin dibagi dalam 3 babak naratif, maka 3 menit pertama Dunkirk adalah prolog, 3 menit terakhir adalah epilog, dan durasi diantara keduanya adalah klimaks.

Nolan juga menolak menggunakan trik komputer untuk mengeskalasi skala filmnya, melainkan memakai practical effects yang masif. Kita melihat ratusan pemain ekstra berbaris dengan seragam tentara lengkap. Dan beberapa kapal dan pesawat yang diledakkan itu? Asli, meski saya yakin itu adalah hasil modifikasi alih-alih kendaraan tempur jadul sungguhan (ia bisa diciduck sejarawan nanti). Bersama Hoytema, Nolan memasang kamera IMAX langsung di pesawat, lalu menciptakan adegan kejar-kejaran pesawat dengan benar-benar mengejar pesawat sungguhan, sehingga menciptakan sekuens yang benar-benar otentik. Ini adalah sebuah pencapaian sinematis untuk urusan pertempuran di udara.

Dalam satu wawancara, Nolan bilang bahwa ia tak begitu menyukai ide menonton film secara streaming lewat gadget. Bahkan untuk beberapa filmnya —yang paling heboh adalah Interstellar— ia sampai berbuat lebih jauh dengan memastikan agar bioskop menayangkan sesuai dengan spesifikasi darinya. Baiklah, ia memang memberikan argumen yang sangat bagus lewat film ini. Tonton Dunkirk di layar selebar mungkin dan sound system sebising mungkin.

Artikel Terkait

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentarlah dengan baik...

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More