Once Upon a Time in Venice berisi berbagai petualangan absurd yang hampir membuatnya menjadi film sinting. Sekuens aksinya yang paling berkesan adalah Bruce Willis yang mengendarai skateboard di jalanan, saat tengah malam, sembari di kejar polisi, dalam keadaan telanjang, lalu menyelipkan pistol di pantatnya. Iya, ini lelucon ofensif. Film ini sendiri sebenarnya banyak berisi humor vulgar, rasis, dan seksis yang biasanya membuat admin Movie Mania meringis. Sebagai tambahan, Movie Mania juga akan melihat grafiti tentang oral sex dan tea-bagging (nanti Movie Mania akan tahu sendiri, admin takkan menjelaskannya). Itulah kenapa LSF memberinya rating "21+".
Namun bagi admin Movie Mania lucu karena ini Bruce Willis. Leluconnya bekerja karena Bruce Willis. Willis, yang dulu pernah menjadi bintang film aksi kelas A tapi belakangan ini banyak bermain dalam film kelas C dan D seperti yang dilakukan Nicolas Cage, membuat peran memalukan ini tak begitu memalukan, malahan jadi terlihat lucu. Mungkin karena personanya yang membumi, tidak mencoba terlalu berlebihan untuk terlihat lucu. Ia natural. Lelucon ofensif tak terasa begitu menyengat. Saat Willis melakukannya, kita hanya berpikir, "Dasar tua bangka gila."
Willis bermain sebagai Steve, detektif swasta yang berlokasi di Venice. Bukan, bukan yang di Itali, tapi sebuah pantai di Los Angeles. Ia jauh dari kesan detektif yang kompeten. Sehari-hari ia berdandan seperti anak muda, kemana-mana dengan skateboard, nongkrong dengan teman karibnya Dave (John Goodman), dan sesekali tidur dengan wanita. Karena wanita teranyar yang ditidurinya adalah saudari dari dua pria kekar yang sangar, maka Willis harus kabur dengan menerobos jendela (dalam keadaan telanjang) dan ber-skateboarding seperti yang tadi admin bilang.
Steve kemudian dimintai tolong oleh seorang pakar properti bernama "Lew the Jew" (Adam Goldberg) untuk menyelidiki orang yang mencoreti gedung yang akan dijualnya dengan grafiti vulgar. Dan karena belum ada cukup masalah bagi Steve, anjing miliknya baru saja diculik oleh raja narkoba lokal, Spyder (Jason Momoa, yang sangat bagus untuk urusan menggeram) yang meminta tebusan tiga ribu dolar; empat ribu dolar karena Steve juga merusak jendela rumah Spyder.
Film dihabiskan dengan Steve yang melakukan deal kesana-sini di Venice kepada beberapa orang, mulai dari penipu, pebisnis, teman lama, gangster, rentenir, sampai waria. Semakin ia berusaha menyelesaikan masalah, semakin kacau situasinya, karena Steve adalah pria slenge'an yang suka berbuat serampangan. Di satu titik, ia masuk begitu saja ke sarang gangster dengan menyamar sebagai pengantar pizza, lalu mencuri mobil milik Spyder. Atau meminjam uang pada rentenir, lalu harus meminjam lagi pada orang lain untuk melunasi hutang yang tadi karena ia sudah ditagih debt collector. Meski begitu, stake-nya ringan sekali. Tak ada kesan bahwa karakter Steve benar-benar terlibat bahaya atau tidak.
Ada banyak aktor yang cuma numpang lewat untuk melontarkan satu atau dua lelucon. Kal Penn menjadi kasir minimarket. David Arquette adalah seorang pecandu. John Goodman lucu sebagai pemilik kedai peralatan surfing, namun subplot mengenai perceraian dan perebutan harta gono-gininya sama sekali tak nyambung. Ada pula Famke Jenssen yang disia-siakan sebagai adik Steve yang baru saja ditinggal suami. Yang lebih sekenanya adalah Thomas Middlemitch sebagai partner Steve yang canggung dan suka ngedumel sendiri (tak jauh berbeda dengan perannya dalam serial Silicon Valley), yang sepertinya bisa dihilangkan sama sekali. Namun ia punya andil sebagai narator bagi film.
Meski banyak yang dialami karakter Steve, film ini nyaris tak punya plot sungguhan selama 94 menit durasi. Penulisannya berantakan karena ada banyak poin plot yang tak ada hubungannya satu sama lain. Timbul kesan bahwa film ini lebih banyak dibuat di ruang editing daripada dari skrip. Filmnya semacam dibangun dari lelucon random, tapi untungnya mengena. Movie Mania tahu, film ini masuk dalam kategori hancur tapi admin tak bosan saat menontonnya.
Mungkinkah sutradara/penulis Mark Cullen dan Robb Cullen ingin menyasar petualangan absurd seperti The Big Lebowski? Hmm, masih jauh. Once Upon a Time in Venice susah untuk ditanggapi dengan serius karena kemalasan dalam filmmaking-nya. Admin Movie Mania bisa membayangkan jika film ini dibuat dengan lebih kompeten maka ia bisa menjadi film komedi yang bagus. Untuk sementara, admin hanya akan menikmati Bruce Willis ber-skateboarding sambil telanjang.
Anda telah membaca artikel tentang Once Upon a Time in Venice (2017) ~ Review Film dan anda juga bisa menemukan artikel Once Upon a Time in Venice (2017) ~ Review Film ini dengan url https://moviemoviemaniac.blogspot.com/2017/08/once-upon-time-in-venice-2017-review.html. Anda boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikel Once Upon a Time in Venice (2017) ~ Review Film ini jika memang bermanfaat bagi Anda, namun dengan catatan jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya.
Artikel Terkait
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentarlah dengan baik...